Selasa, 20 September 2011

Karya Personal - Sirkus Penulis #9

KARYA PERSONAL (YANG JUJUR)

Karya sastra (utamanya fiksi) adalah karya yang personal. Dari 1 ide dan gagasan yang sama, akan lahir 100 kisah yang berbeda jika ditulis oleh 100 penulis. Perbedaan sudut pandang, citarasa dan intelektualitas menjadi faktor penting yang membedakannya. Kemiripan mungkin ada, tapi tidak akan pernah benar-benar sama!
(Sengaja) Mengambil tema dan gagasan orang lain adalah halal hukumnya. Dengan menjauhkan niat memplagiat, penulis hanya mengambil tema besar, saripati dari karya orang lain dan kemudian menulisnya dengan kacamata pribadinya.

"Penulis yang peka seringkali tak pernah menyelesaikan bacaannya, karena ia terburu-buru menuliskan ide yang ditangkapnya dari bacaan yang tengah ditekuninya." (DAN)


Oleh : Donatus A. Nugroho


Komentar :


Donatus A. Nugroho ‎:
Ketika Andrea Hirata melahirkan Laskas Pelangi, yakin, ia terinspirasi oleh karya-karya klasik era booming Balai Pustaka Dan Pustaka Jaya. Menjadi 'baru' setelah lama tak ada karya semacam itu. Lalu setelahnya banyak penulis masa kini mengikuti jejaknya menggarap tema yang sama. Hirata dan penulis-penulis itu ... halal.

Niken Suyanti :
bedanya dengan plagiat apa om Donatus A. Nugroho?

Donatus A. Nugroho ‎:
Plagiarisme:
Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri.
Mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran sendiri.
Mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan sendiri.
Mengakui karya kelompok sebagai kepunyaan atau hasil sendiri.
Menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa menyebutkan asal-usulnya.
Meringkas dan memparafrasekan (mengutip tak langsung) tanpa menyebutkan sumbernya.
Meringkas dan memparafrasekan dengan menyebut sumbernya, tetapi rangkaian kalimat dan pilihan katanya masih terlalu sama dengan sumbernya.

Ernanto Pamungkas :
kasus Ahmad Dhani yang mencomot judul arjuna mencari cinta dan sayap-sayap patah apakah masuk dalam kategori plagiat...?

Donatus A. Nugroho ‎:
Ernanto Pamungkas: Banyak fiksi saya (juga non fiksi) dengan sengaja mengambil judul yang sudah populer. Tapi tak ada niatan sama sekali untuk plagiat. Syukurlah tak pernah bermasalah. Mungkin karena niatnya emang bukan memplagiat. Boleh jadi yang tahu persis soal plagiat dan bukan itu penulisnya sendiri.

Ernanto Pamungkas :
jadi tergantung niat penulisnya ya ...pak guru Donatus A. Nugroho ?
dulu kata guruku juga bilang kalo teks itu saling berelasi ..tumpang tindih dan kontradiksi....kadang saling menjelaskan dan memaknai..mengkritik dan menggelitik..apa sih maksudnya...kalo dalam cerita/karya fiksi khan jelas dari pengelihatan 1 penulis saja ya nggak pak guru..? tidak mungkin ada makna lain yang sliweran...bingung nih...?

Donatus A. Nugroho : ‎ 
Ernanto Pamungkas: penulis bisa mewakili khalayak dan atau pandangan umum juga. Ia boleh mengadopsi opini masyarakat.

Ernanto Pamungkas :
Boleh..? ga takut nanti pengarangnya di plot oleh golongan tertentu...

Donatus A. Nugroho :
Boleh dong, Ernanto Pamungkas. Dan itu sudah sering terjadi. Penulis menjadi corong bagi segolongan/kelompok tertentu, dan biasanya karyanya kemudian bersifat propaganda.

Wahyu Aafia Siddiqui :
oww...
jadi boleh ya, ngambil ide dari cerita yg pernah kita baca.
hm, ternyata menjadi penulis, terutama fiksi ntu menyenangkan ya.
tyus om Donatus A. Nugroho bener gak sih kalau fiksi punya kebenarannya sendiri. maksudnya gimana ya??

Donatus A. Nugroho :
Wahyu Aafia Siddiqui: waaaw ... rumit ya?
Saya menangkapnya bahwa di dalam fiksi, sengaja atau tidak sengaja, penulis menyampaikan gagasannya. Gagasannya menjadi benar dalam frame karya itu semata. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa kebenaran dalam fiksi adalah realita dari kebenaran di dunia nyata. Hukum, kaidah, moral dan value yang tertuang dalam karya fiksi tak jarang merupakan kebenaran yang tak terbantahkan.
Dan fiksi yang baik memang tak berhenti pada sebatas menjadi penghibur.

*sok pintar lo, Don!*
*plakkk!!*

Wahyu Aafia Siddiqui :
hm...
pelik!
seorang penulis, meskipun penulis fiksi tetap harus memiliki literatur ya??

Donatus A. Nugroho :
ya dan tidak, Wahyu Aafia Siddiqui. Penulis bisa hanya bermodalkan pengalaman batin. *ini sangat inspiratif*

Cem Acem :
tolak ukur bagus atau enggaknya gimana? bukannya itu sesuai selera ya?

Donatus A. Nugroho :
Betul juga, Cem Acem. Eh, tapi bagus itu ... bagus itu nilai. Kalo selera pasar bisa terjadi karena digiring dan kesepakatan. *bingung, plakk!*
Begini Cem Acem tempe Bacem Favorit Guweh:
Dalam BAGUS terkandung standar nilai-nilai.
Dalam LARIS nilainya cuma satu: kuantitas.

Cem Acem :
nah standar nilai-nilainya itu apa?

Donatus A. Nugroho :
Ke Cem Acem lagi:
Standar BAGUS tidak bisa hanya disematkan atas selera.
 

Sumber :

0 komen: