Rabu, 28 September 2011

Soal Selera Pasar - Sirkus Penulis #13

SOAL SELERA PASAR

Karya sastra sebagai komoditas tentulah bertujuan agar selekasnya 'terjual'. Mengikuti trend (selera pasar) adalah salah satu cara agar karya kita lekas dipublikasikan/diterbitkan dan dinikmati pembaca. Tapi banyak juga penulis yang setia dengan idealisme dan kekeuh dengan aksi tulisnya sendiri.

Sebagai penulis kita boleh memilih:
  1. Under The Wave, yaitu setia dengan gaya sendiri.
  2. Riding The Wave, yaitu berselancar dan mengarus pada gelombang kecenderungan yang tengah terjadi dewasa ini.
  3. Creating The Wave, yaitu menciptakan trend, inovasi dan terobosan-terobosan baru.

Ketiganya boleh dan halal kita mainkan, dan masing-masing membawa konsekuensinya sendiri-sendiri.


Oleh : Donatus A. Nugroho

Komentar :



Donatus A. Nugroho :
Ciri khas akan membuat dikenang.
Mengarus akan bisa lekas mengorbit tapi riskan untuk turun dan amblas ke bumi. Istilah kerennya "supernova".
Inovatif akan jadi pelopor tapi siap untuk ditiru dan diikuti.


Sumber :
Perpustakaan Cendol Universal NikkO + MayokO AikO

Selasa, 27 September 2011

Whisful Thinking - Sirkus Penulis #12

WISHFUL THINKING

'Tugas' penulis, salah satunya, adalah membangun impian indah para pembaca tulisannya. Karya-karya yang memproyeksikan harapan indahnya, keadaan yang tidak tercapai dalam kehidupan nyatanya.
Karenanya muncullah tulisan berupa simbol-simbol kehebatan, kemewahan, pencapaian yang seringkali berlebihan. Sebagai hiburan  tentulah menyenangkan dan tidak ada salahnya. Tapi kelemahan karya yang terlalu menonjolkan mimpi adalah, lagi-lagi, berumur pendek. Ketika impian berakhir seiring selesainya sebuah bacaan, maka pembaca kembali menemukan realita kesehariannya. Dia akan mencari lagi karya yang menyadarkannya bahwa hidup tak seindah impian, dan karya yang ingin dibacanya adalah karya yang tak sekedar memberikan hiburan, tapi sekaligus pencerahan dan syukur-syukur sebuah solusi.

Menjadi tantangan penulis yang keren untuk bisa memadukan banyak aspek. Hiburan sekaligus pencerahan. Dua hal ini menjadi pijakan awal penulis ketika memulai berproses kreatif, tapi jangan kemudian menjadikannya beban untuk 'berdakwah'.
Mainkan akrobatmu! 


Oleh : Donatus A. Nugroho


Komentar


Fuan Arencsid :
Hiburan sekaligus pencerahan, Bagaimana memadukan kedua hal itu Om, agar cerita yang kita ramu makin enak rasanya....

Donatus A. Nugroho :
padatkan jam terbangmu, Fuan Arencsid. Hanya itu, sambil perbanyak baca karya orang lain.

De'fa Fatmawati :
jadi inget waktu saya baca novel pertama dalam hidup saya "Siti Nurbaya" kaadaannya seolah-olah nyata buat saya,,,, ampek kebawa-bawa mimpi,,,, *kapan bisa nulis kayak gitu y???

Donatus A. Nugroho :
De'fa Fatmawati menulis feature dengan baik. hanya lompatan kecil untuk sampai ke fiksi.

De'fa Fatmawati :
om DAN,, so what must i do?

Donatus A. Nugroho :
Bebaskan impian masa kecilmu... spread your wings ... your wishful thinking, De'fa.

Zen Horakti :
Menulis yang lebih luas dan diterima oleh banyak orang. Itu memang tantangan dan kita harus bisa menghadapinya....

Titie Surya :
Eeeehm tricky bagian dari sirkus menulis juga kan mas Don? artinya, seorang penulispun harus tricky mensiasati keadaan yang mungkin bisa membuatnya mengalami writing block, beku ide, mati gaya dan lain-lain.

Sumber :
      

Senin, 26 September 2011

Tema Pokok - Sirkus Penulis #11

TEMA POKOK 

"TULISAN SAYA GITU-GITU TERUS ..."

Itu keluhan yang sering kita dengar dari (pada umumnya) penulis pemula. Tak perlu resah!
Setiap penulis sadar atau tidak sadar memiliki tema pokok yang sangat mewarnai setiap tulisannya. Tema yang selalu diulang-ulang, dan kadang terasa monoton. Hal ini wajar-wajar saja. Obsesi dan kecenderungan inilah yang kemudian justru menjadi ciri khas seorang penulis. Maka kemudian muncullah Penulis A yang selalu mengusung tema humaniora, Penulis B yang selalu menyodorkan komedi rumah tangga dan sebagainya.
Sekali lagi tak perlu cemas ketika menyadari tulisan kita nyaris sama dan begitu-begitu saja. Barangkali justru inilah yang kemudian membuat kita memiliki ciri khas dan mudah dikenali.

Menulislah .... mengalir ....  
Follow your sun!

Oleh : Donatus A. Nugroho

Komentar :



Cem Acem :
berarti tinggal gimana cara menyajikannya ya?


Donatus A. Nugroho ‎:
Satu tema sejuta cerita, Cem Acem.

Eno Dee :
Pada akhirnya berkaitan dengan pemilihan genre, Suker?

Donatus A. Nugroho :
Tema pokok, Eno Dee .... tema pokok yang sama bisa masuk ke berbagai genre.

Nimas Aksan :
lalu apa salahku kalo tulisanku (selalu) cenderung Metropop?

Donatus A. Nugroho ‎:
Nimas Aksan ga ada yang salah! yang salah itu Fuan Arencsid yang selalu pipis pada saat kita udah mo berangkat.

De'fa Fatmawati :
om Donatus A. itulah yang saya rasakan pagi ini,,,, baca tulisan saya sendri yang terbit hari ini meski beda-beda tokoh yang saya angkat,, rasanya alurnya kok itu-itu saja,,,,, :(

Donatus A. Nugroho :  
De'fa Fatmawati: Soal alur beda lagi. Justru tema dan ide yang sama bisa disiasati dengan pemilihan alur yang canggih supaya gak monoton. Sirkus Penulis mengajak kita berjumpalitan tapi tetep dalam harmoni.


Wina Amora K :

‎ Tapi, Pak Don, wajarkah jika aku merasa tulisanku GAK gitu-gitu terus kok? Karena alur cerita selalu kubuat beda. Masalahnya adalah: Ada kalanya ide cerita kita (secara tidak disengaja) sama dengan ide cerita penulis lain. Jika sudah begitu, pasti ada rasa ragu, atau bahkan minder karena dikira ikut-ikut. Pesanku buat yang lain: Jangan takut jika memiliki ide yang sama dengan penulis lain, cara kita membawakan cerita pastilah beda, dan itu yang penting.


Donatus A. Nugroho :
Ide yang sama sudah kita bahas di Sirkus sebelumnya, Wina Amora K. Kalo gak merasa gitu-gitu terus, yaaa.... keren-lah!

Dela BungaVenus :

Ya jadi IDE Dan TEMA yang sama bisa masuk ke berbagai genre. Lahirnya akan jadi ceritera yang berbeda ya mas Don? Aku mulai dari ceritera cinta teen lit. Mungkin karena lebih mudah ya,konfliknya ga terlalu ribet. Dan inspirasi majalah Anita Cemerlang itu sih awal2nya. Tapi kepengen buat yang dewasa ga dapet2 sampe ada anthology Impian Liar Perempuan .... Itu termasuk cerpen dewasa pertamaku mas. Selain yang DSS itu. Yang aku ga menang, harus aku olah lagi... Karena genre misteri itu butuh pemikiran yang lebih dalam dari teen lit ya mas? ^^ makasih Suker Donatus A. Nugroho atas postingan2 pencerahannya. ^^

Jacob Julian :


tema dan genre beda??

Donatus A. Nugroho :


Beda, Jacob Julian. Genre adalah bentuk, suatu kategorisasi secara luas. Sedangkan tema lebih mengerucut. Tema A di genre B. Tema C di genre B. Dst.nya.
Kita bisa mengusung tema problem keluarga, misalnya, di genre misteri, di genre komedi, di genre romantis dll.

Jacob Julian :


jadi harus ada tema?? misal tentang PERTEMPURAN 2 ksatria memperebutkan tahta kerajaan...dan di dalam cerita cuma mengandalkan adegan pertempurannya lalu di menangkan oleh salah seorang lalu tamat....gimana?

Donatus A. Nugroho :


Tema ----> diusung ke genre.

Sumber : 

Sabtu, 24 September 2011

(Sengaja) Beropini - Sirkus Penulis #10

(SENGAJA) BER-OPINI

Kreatifitas (menulis) itu bersifat pribadi dan subyektif. Proses kreatif dan hasilnya pun sangat personal. Jadi tidak perlu cemas jika karya kita berbeda dengan yang lain. Malah seringkali pandangan penulis berbeda dengan apa yang diyakini orang pada umumnya.
Disinilah kelebihan penulis yang bisa dengan sengaja melahirkan OPINI. Lalu setelahnya juga siap untuk mempertanggungjawabkan apa yang ditulisnya.

Benar secara format (tulisan),  lalu siap berargumentasi. Karena seringkali tulisan tidak berhenti begitu saja setelah selesai ditulis/dibaca.


Oleh : Donatus A. Nugroho

Komentar :

Topan Adi Al-Batawi :
Saya nyaris selalu beropini dalam tulisan saya. "Karena seringkali tulisan tidak berhenti begitu saja setelah selesai ditulis/dibaca." maksudnya apa ya, Suhu Donatus A. Nugroho yang keren?

Donatus A. Nugroho :
Beberapa tulisan menjadi punya banyak dimensi dan persepsi. Sudut pandang orang yang berbeda. Yang ringan menimbuklkan diskusi, yang berat jadi kontroversi. Tugas penulis untuk mempertanggungjawabkan kebenaran tulisannya.

Ocuz Wina S :
kalo kita buat cerita tentang artis misalnya, suka-suka kita juga kan ya, Uncle? Dan kalo jauh berbeda dengan yang diberitain sama infotainment juga gak pa-pa kan?

Donatus A. Nugroho :
gapapa, Ocuz.

Erva Desri Aryanti :
Yey! Om Donat muncul lagi, om. .om. . Mengungkapkan opini dgn baik itu gimana??
   
Donatus A. Nugroho ‎:
Erva Desri : Opini yang baik adalah opini yang bisa kita pertanggungjawabkan kebenarannya. Ada teori, dalil dan fakta yang mendukung.


Sumber :
Perpustakaan Yayasan Cendol Universal NikkO + MayokO AikO

Selasa, 20 September 2011

Karya Personal - Sirkus Penulis #9

KARYA PERSONAL (YANG JUJUR)

Karya sastra (utamanya fiksi) adalah karya yang personal. Dari 1 ide dan gagasan yang sama, akan lahir 100 kisah yang berbeda jika ditulis oleh 100 penulis. Perbedaan sudut pandang, citarasa dan intelektualitas menjadi faktor penting yang membedakannya. Kemiripan mungkin ada, tapi tidak akan pernah benar-benar sama!
(Sengaja) Mengambil tema dan gagasan orang lain adalah halal hukumnya. Dengan menjauhkan niat memplagiat, penulis hanya mengambil tema besar, saripati dari karya orang lain dan kemudian menulisnya dengan kacamata pribadinya.

"Penulis yang peka seringkali tak pernah menyelesaikan bacaannya, karena ia terburu-buru menuliskan ide yang ditangkapnya dari bacaan yang tengah ditekuninya." (DAN)


Oleh : Donatus A. Nugroho


Komentar :


Donatus A. Nugroho ‎:
Ketika Andrea Hirata melahirkan Laskas Pelangi, yakin, ia terinspirasi oleh karya-karya klasik era booming Balai Pustaka Dan Pustaka Jaya. Menjadi 'baru' setelah lama tak ada karya semacam itu. Lalu setelahnya banyak penulis masa kini mengikuti jejaknya menggarap tema yang sama. Hirata dan penulis-penulis itu ... halal.

Niken Suyanti :
bedanya dengan plagiat apa om Donatus A. Nugroho?

Donatus A. Nugroho ‎:
Plagiarisme:
Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri.
Mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran sendiri.
Mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan sendiri.
Mengakui karya kelompok sebagai kepunyaan atau hasil sendiri.
Menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa menyebutkan asal-usulnya.
Meringkas dan memparafrasekan (mengutip tak langsung) tanpa menyebutkan sumbernya.
Meringkas dan memparafrasekan dengan menyebut sumbernya, tetapi rangkaian kalimat dan pilihan katanya masih terlalu sama dengan sumbernya.

Ernanto Pamungkas :
kasus Ahmad Dhani yang mencomot judul arjuna mencari cinta dan sayap-sayap patah apakah masuk dalam kategori plagiat...?

Donatus A. Nugroho ‎:
Ernanto Pamungkas: Banyak fiksi saya (juga non fiksi) dengan sengaja mengambil judul yang sudah populer. Tapi tak ada niatan sama sekali untuk plagiat. Syukurlah tak pernah bermasalah. Mungkin karena niatnya emang bukan memplagiat. Boleh jadi yang tahu persis soal plagiat dan bukan itu penulisnya sendiri.

Ernanto Pamungkas :
jadi tergantung niat penulisnya ya ...pak guru Donatus A. Nugroho ?
dulu kata guruku juga bilang kalo teks itu saling berelasi ..tumpang tindih dan kontradiksi....kadang saling menjelaskan dan memaknai..mengkritik dan menggelitik..apa sih maksudnya...kalo dalam cerita/karya fiksi khan jelas dari pengelihatan 1 penulis saja ya nggak pak guru..? tidak mungkin ada makna lain yang sliweran...bingung nih...?

Donatus A. Nugroho : ‎ 
Ernanto Pamungkas: penulis bisa mewakili khalayak dan atau pandangan umum juga. Ia boleh mengadopsi opini masyarakat.

Ernanto Pamungkas :
Boleh..? ga takut nanti pengarangnya di plot oleh golongan tertentu...

Donatus A. Nugroho :
Boleh dong, Ernanto Pamungkas. Dan itu sudah sering terjadi. Penulis menjadi corong bagi segolongan/kelompok tertentu, dan biasanya karyanya kemudian bersifat propaganda.

Wahyu Aafia Siddiqui :
oww...
jadi boleh ya, ngambil ide dari cerita yg pernah kita baca.
hm, ternyata menjadi penulis, terutama fiksi ntu menyenangkan ya.
tyus om Donatus A. Nugroho bener gak sih kalau fiksi punya kebenarannya sendiri. maksudnya gimana ya??

Donatus A. Nugroho :
Wahyu Aafia Siddiqui: waaaw ... rumit ya?
Saya menangkapnya bahwa di dalam fiksi, sengaja atau tidak sengaja, penulis menyampaikan gagasannya. Gagasannya menjadi benar dalam frame karya itu semata. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa kebenaran dalam fiksi adalah realita dari kebenaran di dunia nyata. Hukum, kaidah, moral dan value yang tertuang dalam karya fiksi tak jarang merupakan kebenaran yang tak terbantahkan.
Dan fiksi yang baik memang tak berhenti pada sebatas menjadi penghibur.

*sok pintar lo, Don!*
*plakkk!!*

Wahyu Aafia Siddiqui :
hm...
pelik!
seorang penulis, meskipun penulis fiksi tetap harus memiliki literatur ya??

Donatus A. Nugroho :
ya dan tidak, Wahyu Aafia Siddiqui. Penulis bisa hanya bermodalkan pengalaman batin. *ini sangat inspiratif*

Cem Acem :
tolak ukur bagus atau enggaknya gimana? bukannya itu sesuai selera ya?

Donatus A. Nugroho :
Betul juga, Cem Acem. Eh, tapi bagus itu ... bagus itu nilai. Kalo selera pasar bisa terjadi karena digiring dan kesepakatan. *bingung, plakk!*
Begini Cem Acem tempe Bacem Favorit Guweh:
Dalam BAGUS terkandung standar nilai-nilai.
Dalam LARIS nilainya cuma satu: kuantitas.

Cem Acem :
nah standar nilai-nilainya itu apa?

Donatus A. Nugroho :
Ke Cem Acem lagi:
Standar BAGUS tidak bisa hanya disematkan atas selera.
 

Sumber :

Senin, 19 September 2011

Memperluas Surroundings - Sirkus Penulis #8

MEMPERLUAS SURROUNDINGS

Bagi penulis, The Surroundings (lingkungan) tidak terbatas pada keadaan fisik yang ada di sekitarnya. Pengalaman batin, termasuk pengalaman masa lampau, adalah modal yang menjadikan penulis menjadi 'kaya'.

Penulis memperkaya pengalaman dirinya dengan pengamatan dan penilaian (sendiri atau orang lain). Membaca, menonton dan berdiskusi (atau sekedar mengobrol) hendaknya menjadi pilihan pertama ketika kita memiliki waktu luang. Membuat catatan amat penting, mengingat keterbatasan daya ingat manusia.

Jadi, meski penulis tidak bergerak dari ruang kerjanya, ia bisa berjumpalitan kesana-kemari, dengan banyak cara untuk memperluas lingkungannya. Melompat ke banyak dimensi, sesuai dengan kebutuhan tulisannya.

Dan itu semua dilakukannya dengan sengaja!


Oleh : Donatus A. Nugroho


Komentar :



Ernanto Pamungkas :
pangamatan seperti apa yang bisa kita lakukan karena lingkungan kita sangat terbatas ..Donatus A. Nugroho...dikantooorrr. terus...di jalannn terus..di rumah makan terus...


Kimmy Chan :
kantor itu kan tempat banyak orang. amatin aja tingkah orang2 sekitar, ato sekedar dengerin curhat ato gosip pasti bisa

Ceko Spy :
Mas, mungkin gak Penulis membuat dunianya sendiridengan tulisan genre fantasy tapi tanpa referensi lingkungan yang pernah ia lihat sebelumnya?

Donatus A. Nugroho :
Mungkin banget, bikin dunia sendiri, Ceko Spy.


Ceko Spy :
Tapi aku baca biografi J.K Rowling, dia bikin sekolah hogwart dan segala macam alat sihir termasuk kereta terbang karena ia mengadaptasi dari lingkungan yang ia lihat di sekitarnya.



Sumber :
Perpustakaan Yayasan Cendol Universal NikkO + MayokO AikO

Minggu, 18 September 2011

Baku vs Gaul - Sirkus Penulis #7

BAKU VS GAUL

Karya fiksi dewasa ini semakin beragam dan semakin bebas pula. Beberapa penulis berjumpalitan, memilih jalur bebas dan bermain gila dalam berbahasa. Trend dan kekinian menjadi acuan. Tentu tidak salah. Tapi seberapa lama karya dengan bahasa dan tulisan hancur akan dikenang?

Bahasa Gaul atau Slang adalah ragam bahasa tidak resmi, dan tidak baku yang sifatnya musiman. Sesuai sifat dasarnya, maka karya-karya yang terlalu banyak menggunakan bahasa slang pun tidak akan bertahan lama. Ia akan cepat menjadi usang, basi dan aneh ketika tertimpa oleh trend yang lebih gres.
Kenapa karya-karya klasik masih dibaca, dinikmati dan dipahami oleh generasi-generasi setelahnya? Karena bahasa baku tidak akan lekang oleh jaman.

Mau karya kita seumur jagung atau abadi?


Oleh : Donatus A. Nugroho

Komentar :


Donatus A. Nugroho :
Contoh dari pengalaman pribadi:
Beberapa karya saya yang pernah dimuat di media cetak beberapa tahun silam, ketika saya bukukan dan diterbitkan sekarang harus mengalami banyak perombakan, lebih kepada karena saya harus mengganti bahasa/istilah slang yang tidak lagi dipahami oleh generasi sekarang.

Contoh kecil: celetukan "Au ah gelap!" yang beberapa tahun silam sempat menjadi trend, akan membingungkan jika didengar generasi masa kini.
Karya Andrea Hirata masih asyik dibaca 20 tahun lagi, tapi buku-buku Raditya justru akan sangat kuno pada saat itu. Percaya?

Majalah Anita Cemerlang yang ketika itu setia pada bahasa baku dan terasa kuno jika dibandingkan majalah sejenis yang lain, kini justru dicari dan dijadikan referensi fiksi populer.  

Triani Retno A Full :
Nggak tau nih, Mas Donatus A. Nugroho, aku bener atau enggak. Bagiku, kalau mau menulis dengan bahasa gaul alias bahasa yang cair banget, justru harus lebih dahulu menguasai bahasa yang benar.

Ibarat mendirikan bangunan, kalau pondasinya kuat, bangunannya akan lebih kokoh.
Kalau dasar berbahasanya udah benar, akan lebih gampang menulis, pun ketika menulis dengan bahasa gaul.
 

Zya Verani :
Dalam narasi sudah pasti menggunakan bahasa baku, dalam dialog apa boleh menggunakan bahasa tidak baku/gaul? karena tulisan terlanjur untuk segmen remaja...

Erva Desri Aryanti :
Bahasa baku lebih enak digunakan dalam karya fiksi apalagi non-fiksi. Tapi om biasanya yang aku baca di majalah dan novel sekarang kebanyakan pake bahasa gaul, dengan alasan akan mudah dipahami. Ini bener ga om?

Tha Yr :
menurut saya sih bahasa baku juga bisa dibuat asik kok... sering baca di majalah story, bahasa yang baku malah jauh lebih enak dibaca daripada bahasa gaul. Lebih mengalir dan mudah dipahami karena satu pemahaman

Anèy Maysarah :
Kalo aku malah bingung sama bahasa gaul dalam beberapa cerpen di majalah remaja.Padahal aku ga tua-tua amat.Tapi sedikitnya ada pengetahuan baru:bahasa gaul.Biar ga bego kalo diajakin ngobrol sama remaja sekarang.Bukan begitu Em?? :)

Anèy Maysarah :
Tha Yr:Kamu jempolin aku.Kamu lebih suka bahasa baku.Apakah kamu se-tua aku?(baru 25tahun inih)Hihihihi

Tha Yr ‎:
Anèy Maysarah: lima taun lebih muda dari mbak... hehehe. Saya suka bingung sama bahasa gaul yg ada di cerpen (bahkan sampai sekarang kalau kita baca cerpen2 di majalah2 tertentu yang masih full bahasa gaul bahkan di narasinya juga. hadoh doh... saya harus mikir ekstra buat memahaminya)

Donatus A. Nugroho :
Tha Yr: setuju. Tapi 'umurnya pendek'.
Betul dan wajar. Bahasa gaul punya keterbatasan segment, Anèy Maysarah.

Anèy Maysarah :
Jadi kau sebut aku ini TUA gitu, aki Donatus A. Nugroho??
Tidaaaaak (tarik yang lebih tua lagi.Tante Triani Retno A Full)
 

Donatus A. Nugroho :
Anèy Maysarah: Maksud saya soal keterbatan segment bukan cuma usia, tapi juga lingkungan sosial, strata sosial dll. Slang jauh lebih berkembang dan update di lingkungan metropolis.

Citra Widayanti :
Kalau percakapannya, harus bakukah, Om?

Donatus A. Nugroho :

Citra Widayanti: dalam perkembangannya sekarang emang boleh menulis hancur dan diterbitkan. Contohnya banyak, dan juga sukses. Tapi kita lagi membicarakan soal ... bahwa bahasa slang atau karya dengan bahasa slang, akan berumur pendek dan tidak seabadi karya dengan bahasa baku. Komen-komenku di atas menunjukkan contohnya.


Untuk percakapan sudah sering kita bahas, boleh dengan bahasa yang cair, supaya lebih riil dan segar. Tapi saranku, janganlah terlalu banyak slang-nya.
Citra Widayanti :


Kalau komedi, Om?
Donatus A. Nugroho :


Sama aja, Citra Widayanti. Lucu itu tidak harus hancur. Tidak harus slang. Slang di dalam komedi seharusnya hanya sebagai bumbu penyedap, bukan bahan baku.

Sumber :

Sabtu, 17 September 2011

Parade Karakter - Sirkus Penulis #6

PARADE KARAKTER

Salah satu aspek kenapa sebuah kisah rekaan bisa memikat dan mengikat hati pembacanya adalah karena kepiawaian penulis dalam menempelkan karakter yang kuat kepada tokoh-tokoh fiktifnya.

Kiat pintar adalah menonjolkan sebanyak mungkin karakter di luar karakter tokoh utama. Karakter yang unik dan sangat personal (jahat atau baik) akan dikenang oleh pembaca. Tidak jarang bahkan menimbulkan empati, terlebih jika kebetulan ada salah satu karakter yang mirip dengan dirinya.

Jadi, jangan pelit menggeber karakter khas sebanyak mungkin di dalam tulisan, baik fisik maupun psikis, dan biarkan karya kita menjadi hidup di hati pembaca.


Oleh : Donatus A. Nugroho


Komentar :



Jacob Julian :
om tanya....kalo kita kasih nama karakter kita dengan sifat piye?? misal orang kaya dan ceweknya. petugas kebersihan.??

Donatus A. Nugroho :
Boleh, JJ.

Kimmy Chan :
Penamaan karakter itu mempengaruhi sifatnya gak sih om?

Zahara Putri :
Ajari saya untuk memperkuat karakter!!

Donatus A. Nugroho :
Contoh cukup akrab tentu kita bisa menunjuk kepada Datuk Maringgih yang lebih 'terkenal' dari Syamsul(?). Lalu ada Ali Topan, Lupus, Si Boy dll. *ih, contohnya jadul semua ya?*

Zahara Putri n ALL:
Dari karakter fisik, Si Bongkok Dari Notredam, Cinderella atau Superman bisa jadi contoh.
Dari sudut psikis bisa membayangkan Bawang Putih dan Bawang Merah, Siti "Nimas Aksan" Sirik atau .... banyak deh.

Richa Misskiya :
Mas, kalo cerpen, kebanyakan karakter yang masuk emang bagus?

Donatus A. Nugroho :
Richa .... tak perlu banyak, tapi jangan hanya karakter tokoh utamanya saja yang ditonjolkan karakternya. Dijamin lebih hidup.


Donatus A. Nugroho :
Karakter bisa ditonjolkan lewat narasi dan deskripsi, tapi bisa juga melalui dialog tokoh yang bersangkutan.
Misalnya tokoh Putra Gara yang khas dengan: "Emangnya ente ngerti? Fuaaaaahhh!!"
Atau .... karakter fisik yang ganteng ciri khas .... saya! *plakkk!!!

Jangan lupa! Butuh konsistensitas. Karakter para tokoh harus ajeg, kecuali memang cerita menghendaki karakter tokoh berubah oleh suatu atau beberapa sebab.
Perhatikan betapa kekeuhnya Pak Drs. Suryadi mempertahankan karakter Pak Raden sejak jaman dahulu kala hingga kini dan tak berubah.

Hardia Rayya :
pak Donatus ada beberapa penulis belia (kasihan dibilang pemula) yang mempunyai masalah di pembuatan karakter tokoh. dia selalu merasa karakter tokohnya tidak konsisten, dalam artian sering berubah-ubah di setiap cerita (ini karena dia belum mengetahui caranya). caranya bagaimana?

Donatus A. Nugroho :
Sirkus Penulis melatih penulis membuat kejutan-kejutan karakter. Misalnya: Si Kaya yang tidak jahat, Si Cantik yang pembunuh berdarah dingin dll. Karakter yang menjungkirbalikkan 'biasanya'.

Donatus A. Nugroho :
Hardia Rayya : ambil karakter yang ada di dekat kita. Ambil adikmu, ambil pacarmu, ambil gurumu, orang-orang yang kita kenal persis karakternya. Masukkan ke dalam cerita dan GANTI NAMANYA. Selesai!


Hardia Rayya :
pak Donatus A. Nugroho: saya selalu menggunakan nama saya untuk tokoh utama dalam setiap cerita. haha
sarapstresss
karakternya pun bermacam-macam.

Kimmy Chan :
Si Cantik yang pembunuh berdarah dingin dll.

Untunglah saya unyu :3 *plakk

Jadi mau gak mau, untuk membuat karakter yg konsisten itu perlu observasi yg mendalam yah om? Misalnya buat karakter cowok cool. Sikapnya ke orang lain harus dingin. Kalo suka sering senyum malah jadi aneh. . Hehehe *kaburnaikonta xD

Donatus A. Nugroho :
Kimmy Chan: orang yang gaul biasanya lebih mudah menempelkan karakter, lewat pengalaman sosialnya. Makanya gaol! Jangan di rumah muluuu!! *plak! plakkk!!

*edisi Suker Killer*

Ernanto Pamungkas :
Suhu Donatus A. Nugroho bagaimana kita memilih karakter yang sesuai dengan cerita kita...kadang kita / saya kesulitan dalam mengambil karakter seseorang...? bagaimana caranya?

Donatus A. Nugroho :
Ernanto Pamungkas. Di sekitar kita banyak karakter unik yang bisa kita comot sesuai kebutuhan cerita.

Kaspul Darmawi :
mas Donatus A. Nugroho: bagaimana kalau benerbagai tokoh dalam satu tulisan kita justru diambil dari satu karakter?... Novel laskar pelangi, walau dikembangkan dari kisah nyata penulisnya, sepertinya beberapa tokoh memiliki karakter yang sama seperti ikal dan lintang seolah memiliki karakter

Donatus A. Nugroho :
Pak Kaspul Darmawi:
Justru itu yang lagi kita bahas. Memang ada orang dengan karakter yang sama dan dimunculkan karena kesengajaan. Tapi jika itu karena ketidakmauan penulis menempelkan karakter yang khas, maka penokohan akan kurang greget.



Sumber :
Perpustakaan Yayasan Cendol Universal NikkO + MayokO AikO
      



Jumat, 16 September 2011

Tidak Membodohkan Pembaca - Sirkus Penulis #5

TIDAK MEMBODOHKAN PEMBACA

Dalam menjalankan akrobatnya, penulis (pengarang) menempatkan pembaca pada posisi terhormat. Tidak menganggapnya bodoh dan tidak tahu apa-apa sehingga perlu digurui dan dinasehati.
Deskripsi dan narasi tidak naif, melainkan memancing penafsiran. Pada ending penulis boleh memberikan kesimpulan, tapi boleh juga tidak.
Secara naluri, pembaca tidak suka didorong, apalagi dijerumuskan, meskipun itu ke sebuah tempat yang amat menyenangkan. Tugas penulis hanya menghimbau dan atau menunjukkan pilihan.


Oleh : Donatus A. Nugroho

Komentar :


Arina Murti Dewinta :
Prakteknya sulit, om.. T_T
Aku masih keseringan boros kata.. >,<
Takut pembacanya ga ngerti jadi dijelasin panjang lebar.. u.u

Jon Ali :
‎"Deskripsi dan narasi tidak naif, melainkan memancing penafsiran."... ini yg paling inspiratif. harus trus belajar....

Donatus A. Nugroho :
Arina Murti Dewinta: tidak! Asal dari awal menulis, format berpikirmu sudah seperti itu, pasti bisa.

Meidhya Prasantya :
kalo menurut nidya sih beda om Donatus A. Nugroho.

*membodohkan pembaca : menganggap pembaca itu bodoh.
*membodohi pembaca : mengelabui pembaca dengan cerita yang terlalu mengada-ada (ngayalnya berlebihan)

itu kalau menurut nidya. kalau salah, ya maaf. hehehe

Jon Ali : 
Meidhya Prasantya: btw, ...membodohi pembaca : mengelabui pembaca dengan cerita yang terlalu mengada-ada (ngayalnya berlebihan)..., batasnya apa, sih? misal si Raditya dgn 'Kambing Jantan'nya, menurutku (menurutku seehh...) itu terlalu mengada2 -tp menghibur, dan laku juga, tuh!-

Meidhya Prasantya :
ya kalau itu sih kembali pada masing-masing aja ya mas Jon Ali, kalau buat aku kisah yang terlalu mengada-ada ya kayak kartun-kartun itu. memang menghibur, tapi kalau difikir lagi kadang suka kurang masuk akal. hehheee

Jon Ali :
Meidhya Prasantya: hehe..., jadi inget sinetron Indonesia tercinta. ceritanya kan -menurutku seeh... (sebagian besar) terlalu-sangat-amat-puolll... mengada2 dan gak realistis... tp ratingnya tinggi juga, tuh! banyak yg nonton.... -__-

Dyani T. Wardhyni :
Pada ending penulis boleh memberikan kesimpulan, tapi boleh juga tidak. Om Nugroho kalo di endingnya dikasih kesimpulan misalnya melalui kata-kata bijak itu juga termasuk membodohi pembacakah?

Jon Ali :
btw, temen sy pernah bilang, "kalau nulis jangan menganggap pembaca bodoh, orang yang mau meluangkan waktunya untuk membaca dijamin pasti orang pinter soalnya. kalo gak pinter (minimal, pingin pinter...) ya, pasti malas baca, lah!" (*ndengerin sambil angguk-angguk...)

Wylvera Windayana :

Maaf...kalau OOT banget ya Mas Donatus A. Nugroho.



Membaca status ini, jadi ingat diskusi kemaren dgn suami (yg "rakus" membaca itu..hihi..), dia bilang..jangan selalu terjebak utk menuliskan tema cerita yg itu-itu saja...pembaca makin ke sini makin jeli memilih mana cerita yg bermutu mana yg kacangan..apalagi kalau narasinya kebanyakan wejangan dan kata nasehat..akan sangat menjemukan.

Katanya lagi, di setiap cerita pasti ada pesan yg mau disampaikan penulisnya, tapi kalau penyampaiannya vulgar dan sok detail tp malah kesannya pembaca itu bego..pasti bakal ditinggalin deh tulisan itu..:)

Donatus A. Nugroho :
tosh ke suami Mbak Wylvera Windayana. Salam saya buat beliau. :)

Wylvera Windayana :
Iya, Mas Donatus ..salamnya pasti disampaikan..tapi besok..hahaha..soale beliau sdg di Bandung saat ini...:) Btw, aku itu suka cekit-cekit kalau tulisanku dibaca sama dia..makanya mendingan kasi ke teman lain aja deh yg ngoreksi..lebih smooth dan gak bikin meriang...wakakakaka...


Sumber :

Kamis, 15 September 2011

Terlalu Asyik dengan Detail - Sirkus Penulis #4

TERLALU ASYIK DENGAN DETIL

Seringkali penulis fiksi terjebak pada detil-detil yang tidak hakiki. Akibatnya selain boros waktu, pikiran dan jumlah karakter adalah ... karya kita menjadi mirip sebuah dokumen.
Banyak persoalan, tidak semua harus dituntaskan. Banyak data dan fakta, tidak semua harus dipaparkan. 
Cari yang hakiki, sajikan!


Oleh : Donatus A. Nugroho


Komentar :

Donatus A. Nugroho :
Boleh saja rinci, kalo emang berkisah tentang tempat itu.

Ocuz Wina S :
Apa sirkus menulis #4 ini juga berlaku untuk resensi?
*edisi stres nulis resensi ^^, boros cws :( *
 

Donatus A. Nugroho :
termasuk dong, Ocuz Wina Syifa

Angri Saputra :
Om, jadi perihal detil itu kita gunakan di saat apa? 

Donatus A. Nugroho :
Kita gunakan untuk aspek yang perlu/penting. Kalo kita sedang bercerita tentang Borobudur (ingat petulangan Suker Gaol Putra Gara saat ini) ya kita harus detil menceritakan Borobudur. tapi kalo kita cuma menceritakan dua orang kekasih yang lama tak jumpa di Borobudur, ya gak perlu segitunya, Angri Saputra

Suhe Herman :
jadi intinya, kita liat medan juga, om?
*mangut-mangut

Donatus A. Nugroho :
Bukan liat Medan, Suhe Herman ... liat Pontianak. *Plak! Liat kepentingannya.

Dela Bunga Venus :
Memang kadang sulit me-rem sejauh mana detailnya akan diceritakan. aku suka detail. Harus pandai2 menganalisa kebutuhannya berarti.^^

Donatus A. Nugroho :
menganalisa kebutuhan, istilah yang sangat pas. *acungin jempol*

Donatus A. Nugroho :
ALL: 2 malam yll saya mendiskusikan model postingan seperti ini dengan Suker Gaol Putra Gara, dan beliau sangat setuju dengan cara yang saya pakai. Katanya: "Cendol harus berlatih menganalisa. Menyerap saripati."
Saran saya: Baca jangan sepintas. 2-3 kali akan tahu maksudnya. Perhatikan hal-hal kecil, semisal tanda baca dll, karena itu membawa makna.
Salam.


Sumber : 
Perpustakaan Yayasan Cendol Universal NikkO + MayokO AikO 


Rabu, 14 September 2011

Pandai Melompat ke Dimensi Lain - Sirkus Penulis #3

PANDAI MELOMPAT KE DIMENSI LAIN

Penulis (pengarang) harus punya kemampuan lebih dari orang biasa. Dalam mengembangkan kreatifitas, penulis harus bisa menemukan aspek-aspek yang berbeda dari obyek yang sama yang dilihat orang lain.
Bagi penulis, obyek yang paling biasa pun bisa membuatnya melompat ke dimensi-dimensi lain yang tidak terbayangkan oleh orang lain.
Bagi penulis, 1+1 tidak harus 2.

Keterampilan 'melompat' bisa dilatih dan dibiasakan melalui keseriusan dan keteraturan.


Oleh : Donatus A. Nugroho


Komentar :

Donatus A. Nugroho :

Kuncinya, mencoba memikirkan aspek-aspek yang tidak biasa, yang "bukan semestinya". Sebab-akibat yang tidak otomatis.


Micky Irawan :
Ya Mas DAN, itulah wujud yang harus diterapkan dari seorang penulis. Melayang ke dimensi manapun meski raga masih ditempat :)

Dila Serenade Sekar :
Bagi penulis 1+1 = tak terhitung.

Zya Verani :
1+1 samajuga dengan 4-2 kan, mungkin begitu maksudnya, ya kan om Don? kita harus mampu nenemukan cara lain yang tidak instan agar sampai ketujuan aslinya..:p

Dela Bunga Venus :
cari tema berbeda, sudut pandang yang unik dan karakter yang berbeda dari cerita keseharian/ sumber yang sama? *berusaha menyimpulkan. Mikir.  

Sumber :
Perpustakaan Yayasan Universal NikkO + MayokO AikO

Senin, 12 September 2011

Anti Humanitat - Sirkus Penuli #2

ANTI HUMANITAT ?


Menjadi semacam beban ketika penulis (pengarang) merasa dituntut untuk melahirkan karya yang baik yang harus menumbuhkan jiwa humanitat, yaitu jiwa yang santun, manusiawi dan berbudaya tinggi. Penulis justru harus mengabaikan beban itu. Sekali lagi saya katakan: "Jangan berpikir bahwa tulisan kita akan mampu mengubah dunia!"

Sebagai pemain sirkus (bukan penonton) biasakanlah menulis dengan santai tanpa beban. Perhatikan bahwa pada kenyataannya sebuah karya justru menohok (memikat) ketika penulis menuliskan sesuatu yang mengungkapkan situasi yang secara moral tidak (tidak boleh) terjadi.
Mainkan gayamu, tunjukkan banyak atraksi yang tak terduga!


Oleh : Donatus A. Nugroho



Komentar :


Jon Ali :
sy kok gak setuju, ya, Pak Donatus A. Nugroho? bukankah menulis justru untuk mengubah dunia? bukan malah terseret dunia? (semampu kita). sy kira malah menulis HARUS mempertimbangkan aspek2 humanis ini, menjadikan tulisan untuk memanusiawikan manusia. ada pun penuturan realitas yg 'liar', 'tidak santun', dan 'inhuman', ujung2nya untuk 'learning mistake', bukan? persis seperti penuturan Ronggeng Dukuh Paruk-nya Ahmad Tohari.

Donatus A. Nugroho :
Jon Ali silahkan. Kalau saya dan teman-teman saya sih menulis hanya untuk bersenang-senang. Dikau boleh mengubah dunia lewat tulisan, saya enjoy dengan memasak :)
Ini kan cuma igauan saya .... wkwkwkwkkkk
Jangan lupa, ada tanda tanya (?) di judul igauan saya ini.
Salam!

Jon Ali :
Pak Donatus A. Nugroho: haha..., judulnya ambigu, sih! sy penganut tema manusiawi (bukan penuturan manusiawi dan 'santun', ato bahkan yg sesuai EYD ... -__-) waktu sy bilang harus mempertimbangkan aspek2 manusiawi adalah tujuan akhir ceritanya, temanya, pesan2nya. menulis yg tidak manusiawi bukan berarti masuk golongan inhumanity, persis seperti wartawan yg memberitakan penggusuran dan pembunuhan sadis warga Palestina oleh Zionis tak bisa dikatakan menyetujui aksi Zionis. btw sy percaya think global act local. sadar tidak sadar semua tindakan kita berpengaruh pd lingkungan kita, baik skala lokal, ato global. hehe... jadi serius amat, yak? btw, berdasarkan rumus 'butterfly effect', enjoy memasak sambil ngigau di depan leptop, mengakibatkan gedung WTC ambruk 9/11, dan para koruptor lari ke negeri tetangga, loh! hehe... ^ ^

Eno Dee :
Mas om pak Jon Ali : menurutku gaya menulis sama dengan gaya berbicara kita,ada yg blak2an ketika bicara hal yang tidak dia sukai ada juga yang halus menolak,apakah karena kita tidak bisa berbicara lemah lembut lantas kita tidak bicara?begitu juga dengan menulis.. :)

Titie Surya :
Menulis tidak harus terpaku pada pakem. Bukan begitu suker Donatus A. Nugroho?
Menulis buat saya adalah sebuah kesenangan memainkan imaji yang bisa jadi santun dan pada suatu saat meliar dan menampar. Soal apakah tulisan saya akan mengubah dunia, pembacalah yang akan merasakannya. Menulis dengan kejujuran jauh lebih nikmat, meski yang diungkapkan adalah hal yang sering ditutupi dan selanjutnya menjadi penghuni labirin waktu dan ruang. Tapi apapun menulis adalah hak sang penulis. Menilai adalah hak pembaca dan ketika tulisan sudah dilempar maka matilah sang penulis, sepenuhnya hak menilai adalah milik pembaca. Tapi saya nggak pernah takut tulisan saya akan menjadi racun yang memabukkan dunia atau madu yang memaniskan dunia.
Menulis buat saya yaaa seperti proses saya memulaskan make up ke wajah, bukan untuk mengubah wajah saya tapi untuk membuat wajah saya terlihat lebih segar, nggak kucel dan semoga bisa menutupi sedikit jerawat yang tumbuh heheeheh

Donatus A. Nugroho :
Jika membaca dokumen ini dengan membuka penuh, akan terlihat kalimat-kalimat yang saya tebalkan (bold). Itu clue.
Karena kita pernah dan sedang belajar agama, urusan moral pasti melekat. Jadi menulis apapun ujung-ujungnya tetap pakai pertanggungjawaban moral, wahai Jon Ali. Itu otomatis.

 Titie Surya :
Setujuuuuuuuu dengan suker Donatus A. Nugroho, sebagai manusia yang peranh dan sedang belajar agama, otomatis karya kita pasti akan menyisipkan tanggung jawab moral di dalamnya seliar apapun tulisan itu. Tapi tetap.... saya ahanya akan menulis secara asyik-asyik saja, nyantai dan apa adanya. Karena menulis adalah proses bersenang-senang buat mengangkat dan mengedepankkan sebuah beban.

Dion Sagirang :
Menurutku, menulis itu seni. Tak ubahnya dengan lukisan. Seabstrak apapun lukisan, tetap seni kan?
Sama halnya dengan tulisan...

Jon Ali :
Pak Donatus A. Nugroho: bold kedua is okay! setuju bae, lah! tp yg bold pertama tetep gak setuju, ah! (hehe..., sori, jadi murid bandel...) bukan masalah agama ato apa, tapi lebih penting dari itu, kesadaran bahwa kita (siapa pun orangnya, apa pun agamanya, apa pun profesinya) mempunyai andil (sengaja ato tidak, sadar ato tidak) dalam perbaikan ato kerusakan lingkungan/masyarakat kita. apalagi penulis, yg ide2nya akan menyebar dan otomatis mempengaruhi banyak orang, kan? lah, kalo bukan kita yg merubah (semampu kita) trus siapa? mosok ngimpi para koruptor tobat ala sinetron tipi...????

Faradina Idzhihary :
Pada dasarnya Mas DAN tidak mendukung karya yang mengusung hal-hal yang kurang sreg bagi masyarakat. Dia hanya mengajak kita tidak membebani diri dengan tugas-tugas humanis saat menulis. Itu akan membuat tulisan kita lebih alami. Hm, menurut saya, di jaman carut marut sekarang, yang terpenting adalah berbuat yang terbaik dimulai dari diri sendiri. Bayangkan bila semua individu bersikap begitu, maka negeri ini akan jadi bagus. Benar, kita tidak mungkin mengubah dunia.
  
Nimas Aksan :
Tapi....tapi...tapii...menulis adalah masalah 'mempengaruhi' orang lain, niat ataupun tidak. Bertanggungjawab atas tulisan yang kita buat, itu lebih baik. Merubah dunia, mungkin tidak bisa, tapi merubah satu dua individu, tentu bisa. Tanpa mengurangi atraksi jenius kita untuk menulis, tetaplah berorientasi, bahwa tulisan kita ada untuk dibaca, dan 'mempengaruhi'. 


Sumber :
Perpustakaan Yayasan Cendol Universal NikkO + MayokO AikO

Minggu, 11 September 2011

Retorika - Sirkus Penulis #1

Retorika dalam menulis, adalah teknik untuk menyulut emosi pembaca, agar pembaca terlibat secara emosional seperti yang diinginkan oleh pengarang. Retorika menendang hampir semua batas-batas yang menghambat improvisasi. Pengarang (penulis) boleh melakukan akrobat , baik dalam kata-kata (majas, diksi), logika (logika cerita) atau pun alur (plot), demi menarik pembaca ke kisah yang sedang disajikannya.



Oleh : Donatus A. Nugroho

Sumber :
Perpustakaan Yayasan Cendol Universal NikkO + MayokO AikO