Rabu, 25 Januari 2012

Outline Sederhana, Hasilnya Luar Biasa - Sirkus Penulis #22

OUTLINE SEDERHANA, HASILNYA LUAR BIASA

Membuat outline atau kerangka karangan, masih sering diperdebatkan antara penting dan tidak penting di ranah para praktisi. Sebagian penulis merasa perlu bahkan harus membuat outline, sebagian yang lain menyatakan tidak perlu karena outline justru membuat penulis terkekang dan membuat proses menulis menjadi makin lama dan bertele-tele. Pengalaman saya, dahulu pada awal menulis saya selalu hanya ‘main hajar’, menulis tanpa konsep tanpa kerangka dan mengalirkan begitu saja apa yang ada di kepala saya ke kertas kerja. Belakangan saya baru mulai lebih tertib dengan membuat outline, terutama untuk novel dan novelet yang relatif panjang. Dan terbukti, saya sangat dibantu oleh outline, bahkan juga ketika menulis cerpen.

Outline atau kerangka karangan adalah tema, ide atau buah pikiran pokok yang disusun secara urut dan cermat menjadi rancangan awal atau master plan sebuah tulisan/artikel, termasuk di dalamnya adalah fiksi. Sesuai sifatnya sebagai rancang awal sebuah ‘bangunan’ tulisan, outline terdiri atas ide-ide utama yang akan dikembangkan pada saat menulis.

Outline, yang sering juga diistilahkan sebagai plot outline, akan membantu penulis untuk membangun cerita beserta segala kelengkapannya. Menentukan tokoh, karakter, setting, alur dan semua unsur di dalam cerita. Seperti memainkan puzzle, pada tahap inilah penulis memiliki waktu dan keleluasaan untuk membongkar-pasang, mengotak-atik, menyatukan atau justru sengaja mencerai-beraikan kepingan demi kepingan kisah yang pada ujungnya akan disatukan kembali pada ending yang sesuai dengan keinginan penulisnya.

Inilah keuntungan dari tersedianya outline:
  1. Dengan membuat membuat kerangka karangan yang kokoh, penulis terhindar dari keinginan sadar/tidak sadar mengembangkan cerita yang sebenarnya sudah ’jadi’.
  2. Outline akan membantu penulis dalam mengembangkan karakter tokoh cerita.
  3. Mempermudah penulis dalam menentukan dan merekayasa adegan demi adegan berdasarkan logika dan hukum sebab-akibat, sehingga nantinya tidak ada bagian yang berdiri sendiri.
  4. Outline akan membantu penulis menyelesaikan konflik di dalam cerita dan mengemasnya dengan taburan bumbu-bumbu kejutan sesuai citarasa penulis dan atau selera penikmat.
  5. Dengan berpegang pada outline, penulis dapat mengatasi writer’s block, yaitu kemandegan menulis yang disebabkan oleh banyak hal.
  6. Outline akan membantu penulis menghindari cerita yang inkonsisten.
  7. Jika dalam proses menulis muncul ide dadakan yang sangat kuat untuk kesempurnaan cerita, penulis masih punya kesempatan untuk mengubah outline. Menghapus atau menambahkan bab baru atau mengubah isinya adalah wajar.
  8. Dengan adanya outline akan memungkinkan penulis untuk melakukan rewriting, atau menulis ulang jika terjadi suatu insiden tertentu seperti misalnya naskah hilang atau terhapus.

Bagaimana membuat kerangka karangan yang sederhana dan efektif? 
Pada novel, buatlah outline bab per bab secara lengkap, dan masing-masing bab berisi sinopsis atau ringkas cerita yang kita tengah bangun. Semakin lengkap outline per bab, semakin gampang menguraikannya ke dalam tulisan yang utuh. 
Pada cerpen, buatlah outline yang lebih sederhana, misalnya dengan menulis ringkas cerita berdasarkan time-line atau lompatan waktu.

Siapa yang masih beranggapan bahwa menulis outline akan memperlambat proses menulis? Mari kita buktikan bahwa dengan diawali membuat outline yang baik, menulis akan berlangsung lebih cepat dan lancar. Dijamin!


Oleh : Donatus A. Nugroho
Komentar :
Tiap penulis beda-beda dalam membuat outline ya, Om? Ada yang per poin ada yang total narasi/sinopsis.

Donatus A. Nugroho ‎:
Outline dan sinopsis sangat berbeda, Ayunda Kirania. Sinopsis itu 1-10, sedangkan outline adalah 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10.
Masukan yang patut dicoba,kayaknya menarik,meringkas lalu mengembangkan.
Akan saya coba bandingkan mana yang lebih cocok sebagai pelicin jalur berseluncur.salam kenal om,saya orang baru disini,masih awam pula,masih pemula,butuh belajar banyak,senang bergabung disini,banyak ilmu yang diobral.hehe
ini terbukti... daripada buat sinopsis mending buat outline...
*melihat tumpukan outline yang belum disentuh >.<

Donatus A. Nugroho ‎:
Ini bukan ilmu atau teori baru. Di SMP kita sudah diajari membuat outline oleh guru Bahasa Indonesia kita pada saat pelajaran mengarang. Guru sudah mengajarkan kita tentang ringkasan dan kerangka karangan. Keduanya berbeda.
beda sama mind map?
mind maping krangka pikiran, outline karngka cerita/ naskah. Gitu ya?
Donatus A. Nugroho ‎:
Ini lebih sederhana dari 'peta pikiran', Jacob Julian. Kegunaannya sama.
kerangka pikiran itu ada setelah cerita jadi. Kerangka pikiran , semacam makna yang terkandung di dalam setiap alinea.
eh iya, peta pikiran. salah tik. Kalo mind maping suka aku buat kalo pas lagi ujian. Outline? Susah ga ya?
Pada novel, outline = sinopsis per bab
Pada cerpen, outline = ringkasan cerita per time-line
Begitu, Om?
Donatus A. Nugroho ‎:

Kalo aku gak salah, mind map lebih dibuat untuk kepentingan hal-hal yang sifatnya keilmuan atau persuasi.
kerangka pikiran lain dengan "peta pikiran". Suker Don, saya suka istilah "peta pikiran". Saya suka mencatat "peta p[ikiran" itu pada catatanb tersendiri. Nanti digabung-gabungin gitu.
Donatus A. Nugroho ‎:
Iya, Kak Astuti J Syahban, tuh aku sebut peta pikiran, bukan kerangka pikiran. Beda.

"peta pikiran" aku lebih cenderung itu juga dinamamakan ide yang muncul tiba-tiba. Contoh : seperti menemukan sebuah kalimat indah, dan tau, akan dikemanakan kalimat indah itu. Begfitukah, Suker?
Donatus A. Nugroho ‎:
Ujung dari mind map adalah analisa dan solusi. Dalam urusan fiksi bisa ditujukan untuk ending. Ah, entahlah ... ini teoritis jadinya.
boleh kasih contoh ga? ini contoh menurutku...
mind map :
cendol > suker > cendolers > rusuh > tanda cinta
bisa dikembangin lagi
suker> om DAN > om MayokO > jumat cendol
cendolers > cendolwan > cendolwati
dan seterusnya
outline :
- om DAN sedang mengajar jumat cendol tiba-tiba alien menyerang kelas tersebut
- kelas panik dan tiba-tiba om DAN berubah menjadi Super Cendol Cendolers
begini sih yang kutangkep... CMIIW
Halah, mind maping-ku lebih pada cara menghafal. Gimana tuh? Itu yang aku pelajari di buku.
Outline memudahkanku mengatur plot. Aku menuliskan rincian setting tempat dan waktu, adegan, pokok dialog yang akan dibahas, dan poin-poin yang yang mengejutkan. Pak DAN. Catatan di atas membuatku tambah yakin... ^^b
 
Donatus A. Nugroho ‎:
Anu ... Jacob Julian ... anuu.... gak usah mikirn mind map aja deh. Ribet. Contoh outline-mu udah betul, itu cukup.

huahahauahahaha... oke om Donatus A. Nugroho! rebes... cuma ada yang pernah ngomong, "Makanya bikin mind map biar gampang..."
outline harus ditulis apa cukup di kepala? aku bikin outline kalo untuk nulis cover story (laporan utama) di urusan berita karena yang ngerjalan liputan bukan 1 orang, untuk memudahkan pembagian tugas. biar gak tumpang tindih pas pengumpulan data dan narasumber. Kalo nulis novel cuma bikin catatam bab 1 tentang apa, 2 dst....Salah ya mas Donatus A. Nugroho?

Donatus A. Nugroho ‎:
Betul dong, kak Nita Tjindarbumi. Harus dicatat menurutku, secara di kepala penulis produktif kayak kakak, ide dan konsep akan tumpang tindih tak karuan.
Seringkali aku mengandalkan ingatan, begitu liat makanan, udah ilang dan buntutnya..."Haduh, mana ide tadi? Mana? Mana?"

Contoh outline (berpikir keras mengingat materi jumat cendol) :
Bunda --> single parent --> punya cathering --> punya dua anak
^
aku adik
!
talasemia
Gini bukan Om Donatus A. Nugroho???
Itu aku buat tadi siang, prepare event ama PF.

Donatus A. Nugroho ‎:
Tidak seperti itu, Sakura Hinata. harus rinci, minimal seperti punya JJ.

Outline hampir sama dengan TOR (sebagai pegangan seorang jurnalis, jika mengerjakan suatu liputan. TOR bisa berisi macam wawancara apa saja yang akan diajukan. Maaf, kalau agak OOT.

Donatus A. Nugroho ‎:
Hehehe Kak Astuti J Syahban ... Term of Reference kan untuk mereka yang presentasi, Kak.

Apakah, semakin produktif seorang penulis, semakin mudah untuk dia mematuhi outline ya, Suker Dan? Karena saya selalu gagal untuk nurut sama outline. :((

Donatus A. Nugroho ‎:

Ninuk Anggasari, ada di point berapa tuh, di atas, dalam proses kreatif, kita boleh kok membongkar pasang outline. Dan itu sudah biasa dan sering kita lakukan. Tapi ibaratnya kita kan memangkas pohon, bukan menebangnya. *tingkat tinggi*

oh seperti pohon logika....dari umum ke khusus..deduktif dan induktif...itukan mecari ide?...trus...otletnya kayaknya enak yang ke plot aja deh....ingin eskrim>mencuri>ternyata es grimnya gratis...

Jujur, untuk cerpen aku belum pernah menggunakan outline.
Tapi untuk novel, aku sudah menggunakannya.
Aku mulai dengan menjelaskan tokoh-tokoh dengan karakternya masing-masing.
Lalu aku buat cerita singkatnya dengan konflik utama.
Untukku yang agak pelupa outline memang sangat membantu karena saat tiba-tiba mandeg atau
terganggu oleh keadaan yang menyebabkan harus berhenti di tengah jalan,
aku akan dengan mudah mengingat lagi ide dan jalinan cerita yang akan kubuat.

Pengalaman saya pribadi nih, ketika awal menulis, langsung mengetik. Sering mengalami writer block. Sudah ini, gimana lagi ya? Intinya, cerita itu sebenarnya belum dipikirkan secara matang. Persoalannya, judul/openingnya, urutan ceritanya, dialognya, dsb. sampai endingnya. Outline membantu mengatasi itu. Outline bisa saja hanya dalam kepala, dirangkai-rangkai, dikhayal-khyalkan. Tapi seperti Don bilang, ingatan kita itu kan terbatas. Ya, menurut saya, bersiaplah mengetik kalau sudah menemukan outline cerita. Tapi jangan dibawa kaku, karena proses kreatif tiap orang berbeda....

Dulu aku sering mengalami macet nulis (writer's block)> baru tahu istilah ini sejak gabung di grup penulis. Tapi sejak buat outline, ini menjadi semacam kompas ( bagi pelaut) biar aku tak nulis cerita yang melenceng dari tema awal. Kalaupun berubah mengenai karakter pelaku utama, tinggal dikembangkan pada konflik. Tapi, makasih Donatus A. Nugroho, share-nya komplit banget^_^

Donatus A. Nugroho ‎:
Ada yang lupa saya sampaikan di atas, maaaaaaf..... ini penting!
Di beberapa penerbit, mereka menghendaki naskah (novel) yang disertai sinopsis dan outline. Gunanya apa? Untuk menentukan apakah naskah layak dibaca atau tidak. Bayangkan kalau outline-nya buruk dan amburadul.

Contoh outline cerpen : 
Judul : Balada. 
Tokoh : utama ( Cici dan Budi), pendukung (ibu dan bapak). 
Tema : percintaan kaum marjinal. 
Prolog : Suasana kota. Deskripsikan dengan detai. 
Isi/badan cerita : akan menulis sebuah kisah cinta dua insan, Cici dan Budi, dengan menulis latar belakang, setting tempat, keduanya dengan detail. 
Hal yang mesti ditulis : konflik-konflik di dalamnya. 
Ending : ending mesti dipikir, mau open ending atau tidak. 
Trus, mulai membuat 'peta pikiran'. Boleh menabung kalimat di sini.......(sambil buka notes, yg di dalamnya ada kal.bagus, atau malah pengayaan-pengayaan..).berupa ide-ide, selanjutnya, serahkan jari menari di atas kibor.Satukan pikiran dan hati. Mulai! Begitukah, Suker Don?

Donatus A. Nugroho ‎:
Boleh saja, Kak Astuti J Syahban, tapi itu rumit. Bagaimana kalo untuk cerpen seperti ini saja?
- Pagi, Budi berangkat sekolah bersama Amir naik sepeda.
- Di sekolah, datang terlambat dan kena strap.
- dst
- dst

Donatus A. Nugroho ‎:

Ernanto Pamungkas, di atas aku udah komen dengan memberi gambaran: Sinopsis itu 1-10, sedangkan outline itu 1,2,3,4, dst.

Aku mulai terbiasa membuat outline setahun terakhir ini. Untuk sebuah novelet sekira 50 halaman, outline-nya kubuat kurang lebih 5 lembar, jadi memang beda dgn sinopsis yg bisa dibuat satu halaman saja.
Tapi belakangan ini, kenapa ya, setiap selesai membuat outline, jadi malas menggarapnya? Apakah outline-nya terlalu gamblang? Bahkan baru nulis bab dua saja, aku udah ngeluh : 'duuh, masih jauh nih endingnya..!'
Itu gmana, Kakak?

Di majalah Kartini, untuk Cerber harus juga sertakan sinopsis..kalo cerpen aku gak pake outline. tapi kalo nulis untuk buku ya aku punya coret2an bab per bab dan penjelasan singkat, ...

Donatus A. Nugroho ‎:
Kak Nita Tjindarbumi untuk keperluan kita (penulis sendiri) memang boleh seperti itu. Bahkan kadang cukup dengan coretan-coretan di tembok. Tapi ketika penerbit menghendaki outline, tentu kita akan menyajikannya dengan sebaik dan selengkap mungkin a-z.

Donatus A. Nugroho ‎:
Kak Zahra, aku malah merasa beruntung kalau bisa membuat outline panjang lebar dan rinci. Itu bagus. Soal malas dan enggak itu soal niat, hehehe ... jangan salahkan outline-nya. Pembaca awal atau editor, atau siapa pun, pasti lebih suka pada outline yang gamblang. Toh, outline tidak pernah dicantumkan di buku/terbitan. Jadi bagi pembaca, misteri tulisan tetap terjaga.

Donatus A. Nugroho ‎:
Aku sarankan untuk tetap menyertakan outline ketika mengirim naskah novel ke penerbit, Kak Zahra A. Harris (akhirnya bisa mensyen). Diminta atau tidak diminta. Itu nilai plus.

Astuti J Syahban :

Okay, Suker Don. Nah, kalau sinopsis biasanya tak lebih dari 1000cws atau tak lebih dari 1 halaman. Mungkin contoh sinopsis seperti ini. "Cici bertemu Budi di sebuah pagelaran seni. Gadis yang telah berumur itu terkesima melihat penampilan yang dipertontonkan oleh Budi, sang penyair. . Cici si pelayan kafe yang menyambi sebagai penyanyi dangdut mengalami kekecewaan atas dua kali kegagalan pernikahannya, yang dibumbui oleh mistis. Lihatlah, betapa Emak bisa memaafkan Cici tatkala melihat perempuan itu bertato di pundaknya. Dengan bijak, ibu yang sangat menyayangi Budi itu menyarankan supaya calon menantunya menghilangkan tato itu. Hal yang membuat 'kesialan' bagi Cici bukan berarti telah hilang. Pernikahan keduanya terancam batal saat kejadian ketiga menimpa diri perempuan 'bahu laweyan' itu. Budi mengalami musibah kebakaran dua hari menjelang pernikahan. Akankah keduanya bisa menyatu dalam satu ikatan perkawinan?"

Donatus A. Nugroho ‎:
Salah, Kak Astuti J Syahban. Maaf, itu salah. Kalo itu untuk keperluan iklan, tampil di cover, it's oke. Tapi untuk keperluan penerbit/redaksi, sinopsis harus A-Z. Tuntas-tas-tas. Tidak boleh menyisakan teka-teki seperti itu.
Ayo, Cendolers, belajar dari contoh salahnya Bunda-mu.


Sumber :

0 komen: