Selasa, 24 Januari 2012

Fiktif dalam True Story - Sirkus Penulis #21

FIKTIF DALAM TRUE STORY

Salah satu tantangan penulis untuk melakukan sirkus adalah membuat fiksi berdasarkan kisah nyata, atau yang sering kita istilahkan dengan “based on true story”.

Meskipun kita sedang menulis cerita fiksi yang diangkat dari kisah nyata, unsur fiksi tetap harus dominan, jika tak ingin kisah itu datar, tidak menarik atau malah terlalu mengada-ada. Maka, jadikanlah kisah nyata hanya berfungsi sebagai ide cerita. Selanjutnya, ide inilah yang harus diolah lagi menjadi sebuah cerita fiksi yang baik dan menarik.

Yang terjadi kemudian adalah penerapan jurus dan aksi yang sama ketika kita menulis fiksi biasa. Dramatisasi, akrobatik plot dan lain-lain. Mainkan imajinasimu!

Penulis sering terjebak pada keinginan menulis seperti apa adanya, bahkan ada perasaan ‘berdosa’ ketika tidak seperti aslinya. Padahal, siapa sih, yang tahu bahwa itu kejadian nyata. Atau, siapa yang akan mengurus itu kisah nyata sungguhan atau setengah rekayasa.

Yang harus diperhatikan, perlukah kita mengubah (menyamarkan) nama, tempat atau waktu kejadian sehingga tertutup kemungkinan ada pihak-pihak yang merasa tersinggung atau terancam kredibilitas dan nama baiknya.

Sekali lagi kuncinya adalah: kisah atau kejadian nyata itu hanya kita pakai sebagai ide cerita.

Oleh : Donatus A. Nugroho
Komentar :
Bener juga om :D
Tanpa imajinasi dan dramatisasi, based on true story gak menarik :D kecuali kalo kejadian nyata itu bene-bener luar biasa :3

terima kasih, om....
saya udah mencoba demikian, dan kini makin semangat buat ngerampungin novelku yang udah sekitar 90%....
yang aku ingat, kalau nggak salah " jika engkau ingin menulis kisah nyata, bumbui dengan aroma fiksi, upayakan dramatisasi se dramatis mungkin, asalkan tidak melenceng dari substansi"
mungkin yang dimaksud substansi di sini adalah "ide"...
Betul, Ka Kimmy Chan dan kak Mukhanif Yasin Yusuf. Apa yang bagi kita lezat, kadang tak lezat bagi orang lain. Maka dibutuhkan bumbu penyedap.

kisah nyata yang diangkat selalu terasa nggak ada geregetnya tapi kalau dihiperbolakan jadi terkesan memaksa, bagaimana ini om Donatus A. Nugroho :(

Lebih tepat dramatisasi, bukan hiperbola.

'Merasa berdosa...' <== AKU BANGET!!
Ternyataaa... Kupikir kalo nulis yang berlabel true story itu kita nggak boleh ada fiksi di dalamnya. Terima kasih, Suker Don. :3
Tapi, tapi.. kalo misalkan kita mengirim cerita untuk rubrik true story di suatu media, sewaktu dihubungi tentang pemuatan naskah kita, apa kita nggak dimintai pernyataan bahwa itu benar-benar true story? Kan kadang ada juga ajang lomba yang menyuruh kita menyertakan pernyataan seperti itu.

Tidak ada yang benar-benar murni ksah nyata, Evi Sofia Inayati. Bahkan kisah nyata ala "Oh Mama Oh Papa" pun disunting dan divermak oleh redaksi untuk memperoleh gregetnya.

Sip, Suker! ^^b Aku paham sekarang. Ternyata ini sebabnya aku nggak lolos ajang lomba Flash True Story kemarin. #PLAK :D Sama sekali gak ada fiksi yang kumainkan di sana. Fiuhhh! Ilmu yang kerennn sebelum tidur. :D Terima kasih, Suker. *lanjut narik selimut*

Kadang ada lomba yang menuntut cerita yang ditulis adalah nyata, baik pengalaman sendiri atau orang lain. Kalau kayak gitu, apakah kita tetap berhak memainkan fiksinya?

True story MDR banyak ya, Kak Anèy Maysarah. Gimana kita ngobrol kemarin? Kuncinya harus ada di tangan pencerita yang baik.

Apakah diriku masuk dalam kategori pencerita yang baik Paklik Donatus A. Nugroho?
Ah, ya! Aku baru ingat kosakata baru.Suatu ketika perjalanan di MDR menggunakan kapal (belum ada jembatan kayak sekarang). Seorang pedagang menawarkan dagangannya padaku.Tercetak tebal bertuliskan:Pijat Refleksi
Tapi pedagang itu bilang dengan logatnya yang kental:
PIJET TREPLEKSI!
Hahaha, bojoku pas lagi makan telur puyuh langsung tersedak mendengarnya.Dan dengan santainya si pedagang bilang:
"Kalo battuk kayak gettu, bisa sembuh pakke pijet treplesi mas. Murrah, lema rebbu sajja"
Aku tutup mulut sambil tahan tawa.Kalo ketauan ngetawain si pedagang,bisa di cok-bacok saya tak iyye >_<

Seperti sebuah novel diary yang diangkat dari kisah nyata. Hmm... Waktu Aku Sama Mika, contohnya. Bingung. Itu trus story semua apa ada fiksinya, ya? Tragis sekali -_- *ngomel sendiri*
Suker DAN, seperti yang ada di atas, true story bisa dijadikan ide pokok saja. Jadi kalau dasarnya fiksi, idenya true story (kira-kira fiksi 60% sedangkan true story 40%) apa berani bilang ke redaksi entah media atau penerbit bahwa itu kisah nyata?
Maaf, jika aku kurang baca-baca-baca. Di bagian ini saja yang aku masih ragu. Terima kasih ^^


Cerpen pertama saya, yang akan dimuat di Story #30 nanti :D (promosi yaa, hehehe)
memang 'based on true story' :D
karena dibuat berdasarkan permintaan teman untuk mewujudkan 'pengalaman pahit'-nya :)
tapi justru sempat bingung,
karena malah ADA 1 KEJADIAN REALITA YANG (menurut saya) JUSTRU TIDAK MASUK LOGIKA FIKSI
(nah lho?!! ;p)
tapi yaa... Hajar wae!
Bablas wae! Byur makubyur! :D
karena sangat penting,
akhirnya realita itu saya belokan menjadi sebuah kejadian fiksi,
dan lolos juga... :D
Amin! :)

Mau sharing pengalaman nih: novel Cinta di Atas Awan-ku awalnya aku buat 100% true story. Gak ada penerbit yang mau terima. Alasannya karena ceritanya terlalu datar. Tidak ada yang istimewa. Sampai akhirnya ketika aku hampir menyerah dan mau membuang naskah itu, ternyata diterima oleh salah satu penerbit. Mereka bersedia menerbitkannya dengan syarat jalan ceritanya harus diubah. Alhasil lebih dari 70% naskah itu aku revisi. Nggak disangka juga ternyata novel ini jadi best seller. Dari sini aku belajar, true story hanyalah ide dasar dari cerita naskah kita, selanjutnya... terserah :D

Kenapa menulis cerita kisah nyata lebih menyulitkan ya Om Donatus A. Nugroho

Sebenarnya justru mudah, Ayu Ira Kurnia. Dasar cerita (basic story) sudah ada, tinggal mengembangkannya. Apalagi kalo kisah nyatanya berdasarkan pengalaman sendiri, pasti makin lancar.

Om maaf kalau pertanyaan Ayu mengganggu, saat ini Ayu lagi nulis cerita berdasarkan kisah nyata diri Ayu sendiri tapi Ayu malah mentok saat sudah nulis dipertengahan. Menurut Om Donatus apa yang harus dikembangkan agar ide cerita itu tetap mengalir

Ayu Ira Kurnia, kurang penghayatan kali... Coba remind deh! Terus rasakan apa yang kamu rasakan dulu. Ntar juga nulisnya kebawa sendiri. Tau-tau kelebihan kata aja ;p

walau pun itu cerpen, buatlah outline, Ayu Ira Kurnia. Buatlah kerangka karangan.

Hmmm makasih kak Sakura Hinata mungkin akan lebih dihayati lagi. Om Donatus A. Nugroho makasih sarannya Ayu coba untuk membuat kerangka karangannya :)

Setuju. Kalo menulis based on true story tuh justru lebih ngalir. Aku leboh suka pakai POV 1, dan lebih sering terinspirasi dari kisah nyata. Entah itu kisah sendiri, atau cerita temen. Tapi suka malu kalo dibaca temen, pasti diledekin. :D hihihi.

Om, aku ga pernah buat outline. Idenya cuna nempel dikepala. Konflik berjalan sendirinya. Apa karena semua ga pernah terkonsep jadinya hasilnya seadanya ya?

Pada kesempatan berikutnya kita akan bahas tentang pentingnya membuat outline.

Ada yang tau gak, naskah digital itu apa?

Aulia Anggraini, mungkin yang dimaksud adalah karya tulis yang ditayangkan lewat media digital,misalnya di blog, situs, jejaring sosial dan semacamnya. Bentuk mentahnya tentu soft copy

Menulis base on true story justru asyik dan jauh lebih mudah buatku. Karena jiwa kita bisa masuk ke dalamnya. Tapi tentu saja memang harus difiksikan, tidak semuanya berdasarkan fakta nyata. Data penunjang sudah jelas adanya fakta, tinggal diramu menjadi sebuah cerita indah.


Sumber :

0 komen: