Jumat, 20 Januari 2012

Aksi Logika Fiksi - Sirkus Penulis #20

AKSI LOGIKA FIKSI

Setelah mengenal 'logika normal’ (baca Sirkus Penulis #19), kini tiba gilirannya kita akan mengulik tentang logika fiksi.

Banyak kisah rekaan yang di dalamnya memuat logika-logika yang aneh dan tidak masuk akal. Namun sekhayal-khayalnya sebuah cerita, kewajiban penulis adalah berakrobat agar pembaca tidak kemudian mengatakan: “Tidak masuk akal!”.

Meski pun di setiap fiksi terdapat ‘sesuatu yang tidak masuk akal’ yang kemudian bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya melalui logika fiksi, tapi pemakaian jurus logika fiksi lebih banyak dan mudah ditemukan pada fiksi komedi dan fantasi (termasuk di dalamnya adalah dongeng). Di kedua genre inilah logika fiksi sangat berperan.

Contoh pada cerita komedi:
Naga Bonar yang Kopral naik pangkat menjadi Jenderal. Ini sangat tidak logis. Tidak mungkin dalam dunia nyata terjadi lompatan naik pangkat seperti itu. Tapi dalam cerita komedi hal itu menjadi logis karena Naga Bonar mengangkat dirinya sendiri sebagai Jenderal.

Contoh pada cerita fantasi:
Superman bisa terbang, sangat tidak masuk akal pada dunia nyata. Tetapi pada dunia fantasi, Superman yang lahir di planet Krypton dengan nama Kal-El, justru menjadi aneh kalau tidak bisa terbang, karena semua manusia penghuni Krypton bisa terbang.
Begitu juga halnya dengan Spider-man yang bisa menempel di dinding dan mengeluarkan jaring dari tangannya, Harry Potter yang terbang dengan menaiki sapu dan tak terlihat setelah memakai jubah gaib warisan dari James Potter.

Naga Bonar yang mendadak Jenderal, Superman yang bisa terbang, Spider-man yang mengeluarkan jaring dari tangannya atau Harry Potter yang bisa menghilang, adalah contoh kisah yang harus diamini dengan logika fiksi. Pada ujungnya urusan logika fiksi adalah berkenaan dengan faktor sebab dan akibat. “Mengapa?” (akibat) bisa dijawab dan dijelaskan dengan “karena” (sebab).

Masalah logika di dalam cerita fiksi sebenarnya sangat relatif, tergantung pada apa yang sedang kita tulis. Sebuah kisah bisa cukup disajikan dengan menggunakan “logika normal”, sementara kisah yang lain perlu dilandasi oleh “logika fiksi”. Tapi yang pasti, dengan mahir memainkan logika fiksi, penulis bisa lebih mudah beraksi dan pasang aksi tanpa kompromi.


Oleh : Donatus A. Nugroho

Komentar :

Om, berarti khusus untuk genre fantasi boleh berimajinasi dan memainkan logika sepuas-puasnya, selama ada hubungan sebab-akibatnya?

Iya, Hani Chan.

Ingat ketika Timun Mas melemparkan terasi dan berubah menjadi rawa lumpur yang busuk? Kenapa yang dilempar bukan pisang goreng? Logika fiksi: terasi ---> lumpur busuk.

Ada pelajaran ini di buku Rahasia Penulis?
Pelajaran pertama yang aku dapet dari Om adalah bermain logika. Meski masih sulit diterapkan... Xixixixi... thank you sangat, Om!

Nggak ada, Sakura Hinata. Disana soal menciptakan dan membangun karakter tokoh.

beberapa sisi sepertinya fantasi tidak memainkan logika fiksi, misalnya saat hulk berubah menjadi raksasa, bajunya robek semua dan tidak ada lagi di badan sedangkan celanya hanya robek sedikit. logika yang tidak main yang saya maksud di sini sepertinya bajunya robek karena tidak ikut membesar sementara celanyanya ikut membesar ...*maaf. contoh kedua adalah pesan peri pada cinderella, saat jam 12 malam semua yang dipakai cinderellan akan kembali seperti semula, tapi sepatu kacanya ternyata tetap menjadi sepatu kaca... mohon tanggapannya

saat jam 12 malam semua yang dipakai cinderellan akan kembali seperti semula, tapi sepatu kacanya ternyata tetap menjadi sepatu kaca.

*Karena peri tidak bisa menyulap sepatu kaca. Makanya beli di toko :D #kabur
Sumber :

0 komen: