Rabu, 16 November 2011

Khayalan yang Autentik - Sirkus Penulis #18

KHAYALAN YANG AUTENTIK

Meski bermain di ranah fiktif, seorang pengarang/penulis sah-sah saja mengangkat realita dalam kehidupan, budaya, situasi dan kondisi, harapan dan kenyataan secara autentik. Unsur-unsur yang riil dalam fiksi selain bisa memperkuat bobot dan mempertajam sayatan dalam mengupas persoalan hidup masyarakat, juga membuat karya menjadi apik karena terasa nyata.

Beberapa (banyak) karya fiksi sengaja dengan tegas mengedepankan realita yang kemudian bisa dijadikan tolok ukur kebudayaan dan kemudian dikaji secara keilmuan. Novel Musashi (Eiji Yoshikawa) dan Ronggeng Dukuh Paruk (Ahmad Tohari) adalah sedikit dari banyak contoh novel yang meskipun fiktif dianggap sebagai sebuah 'kebenaran' nilai-nilai tertentu.

Di era sekarang, penulis (bahkan yang paling pemula sekali pun) tak perlu risau karena merasa bodoh dan hanya sedikit tahu, karena proses memperkaya pengetahuan dan wawasan bisa dicapai dengan banyak kemudahan fasilitas dan teknologi.

Meski tidak harus, penulis boleh (bahkan dianjurkan) untuk mengangkat realitas sebagai pencerminan identitas ke dalam karya-karyanya. Dan untuk itu memang butuh proses yang panjang, tapi tak perlu dicemaskan.
Alirkan tulisanmu!


Oleh : Donatus A. Nugroho



Komentar :


Cem Acem :
semacam sindiran gitu terhadap pemerintah atau anak alay?

Donatus A. Nugroho :
Apa pun, Cem Acem. Apa pun.

Cem Acem :
tapi nggak harus sindir-sindiran kan?

Donatus A. Nugroho :
Sindir-sindiran, kritik, boleh.

Putra Alam :
Menurutku syah saja, Bang Acem


Cem Acem :
iya sah aja nyindir juga, tapi aku kan pria baik hati yang tak suka menyindir, mas puput Alam,  maksudku tidak harus dalam bentuk sindiran, realita menyenangkan juga banyak,
kali

Ady Dy CHiara :
Di era sekarang, penulis (bahkan yang paling pemula sekali pun) tak perlu risau karena merasa bodoh dan hanya sedikit tahu, karena proses memperkaya pengetahuan dan wawasan bisa dicapai dengan banyak kemudahan fasilitas dan teknologi.

Pengen tanya, boleh ya.. boleh ya..
kemudahan fasilitas dan teknologi seperti apa yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan ?

*bingung

Donatus A. Nugroho :
Ady Dy CHiara: contoh paling gampang adalah, kau bisa bertanya dari cara membuat tempe sampai konflik Timur Tengah sama mbah Google.


Ady Dy CHiara :
saya tidak punya keberaniaan untuk berbicara di depan orang, ntah mengapa itu terjadi sama saya, dan hal itu yang membuat saya menjadi seperti ini takut berbicara karena takut salah dan tidak berani berargumen karena takut dikritik atau diprotes.(ko malah curhat?)
tapi itu memang terjadi sehingga saya hanya berani dalam hal seperti ini yang tidak ada seorangpun yang menatapku. Hehehe...

Wina Amora K ‎:
Masih OTW...
@Ady: gini lho, tetapkan dulu kamu mau nulis tentang apa. Misal: budaya Thailand. Tinggal ketik topik itu pada kolom google search dan tekan enter. Udah, jawabannya langsung dapat. Kenapa mesti lama? Justru itu jauh lebih cepat dari pada nanya ke sana-sini, apalagi ke perpus.

Ady Dy CHiara :
jawaban yang membuatku berfikir,,
memang semua tergantung pada diri kita sendiri.
"Tapi gimana cara memulainya Om ?"
keluar tanpa persiapan hanya membuat kita keliling tanpa kejelasan.


Donatus A. Nugroho :
Ady Dy CHiara ayolah .... jangan habiskan waktu hanya untuk berpikir dan bersiap-siap. Jalani aja. Trial n error!

Ratna Wulandari :
Ranah fiktif yang mengangkat realita seperti contoh-contoh di atas memang jadi bikin cerita lebih hidup, membuat pembacanya belajar tanpa merasa digurui. :)


Sumber :
Perpustakaan Yayasan Cendol Universal NikkO + MayokO AikO 

0 komen: